Pamekasan - PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi Qatar Nasional Bank (QNB) League, Divisi Utama maupun Liga Nusantara mengeluarkan keputusan menghentikan semua kompetisi.
Bahkan Exco PSSI menyatakan force majure untuk semua kompetisi yang bernaung di bawah PSSI, setelah pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak mau mencabut surat pembekuan PSSI dan surat ke kepolisian terkait ijin pertandingan.
Kondisi tersebut membuat sejumlah kalangan angkat bicara, mulai dari pecinta sepakbola, suporter, maupun manajemen klub kontestan. Yang meyayangkan kebijakan dari induk sepakbola tanah air, sebab banyak pihak yang dirugikan akibat kebijakan tersebut.
"Pak Menpora dan Pak Ketum PSSI berdamailah. Tempatkan wibawa anda dengan tanpa mengorbankan klub sepakbola. Klub tidak hanya rugi finansial miliaran rupiah, tapi psikologis yang terus mendera," ungkap Nadi Mulyadi, Asisten Manajer Persepam-MU, Sabtu (2/5/2015) kemarin.
Ungkapan tersebut merupakan keluhan tanda kekecewaan tiada tara, sebab tim berjuluk Sape Ngamok jauh hari sudah menyiapkan tim menyongsong bergulirnya kompetisi yang seharusnya berlangsung pada Minggu (26/4/2015) lalu. Hal itu terpaksa gagal digelar karena tidak mendapat ijin dari Polres Mojokerto, saat akan bertanding melawan PS Mojokerto Putra, di Stadion Gajah Mada.
Selain itu, pihaknya juga mengaku amat sangat kecewa karena merasa dirugikan dengan kondisi sepakbola Indonesia. Pastinya pun begitu dengan pecinta sepakbola lain di seantero Nusantara.
"PSSI bersikukuh dan hanya patuh pada FIFA, sehingga tidak boleh sedikitpun pihak luar ikut campur. Sementara Kemenpora tetap beranggapan PSSI sebagai salah satu lembaga negara, bahkan seluruh fasilitas juga menggunakan milik negara, termasuk biaya timnas Indonesia yang juga dibebankan pada negara," sesalnya.
Demikian juga dengan suara suporter Madura, yang mendeklarasikan diri agar pertandingan sepakbola digelar tanpa harus melihat siapa yang akan menjadi sebagai operator pertandingan. Bahkan perwakilan suporter dari K_Conk Mania, Laskar Trunojoyo, Tretan Dhibi' dan Pecot Mania, menyuarakan itu di Monumen Arek Lancor, beberapa waktu lalu.
"Kami hanya menginginkan kompetisi ini berlangsung, dan kami tidak mau tahu siapa yang akan menjadi operator. Baik itu PT Liga, PSSI maupun pemerintah. Yang penting kami bisa menikmati pertandingan, lebih-lebih tim kami sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari," kata perwakilan suporter.
Bersatunya suporter Madura, mendukung kebijakan Menpora membekukan PSSI. Juga menghilangkan image suporter Madura, yang disinyalir akan terpecah akibat perbedaan dukungan terhadap dua tim asal Pulau Garam, yang akan berkompetisi di Divisi Utama. Yakni Persepam-MU dan MU-Perssu.
Bahkan dukungan tersebut terkesan menghilangkan 'laga derby' kedua kesebelasan saat berlaga di Stadion A Yani Suemenep, demi kebaikan sepakbola tanah air. "Masak rangking timnas (Indonesia) kalah dengan Timur Leste, yang merupakan negara baru dan seumur jagung," sesalnya.
Sementara pecinta sepakbola asal Madura, Achsanul Qasasi menilai penghentian kompetisi sebagai skenario PSSI untuk mengambil pengaruh dan respon positif dari masyarakat Indonesia.
"Skenario PSSI: kompetisi dihentikan dengan harapan rakyat marah pada Menpora (Imam Nahrawi). Seolah PSSI bukan pihak yang bersalah. Kalau merasa benar teruskan saja," jelasnya.
Bahkan Exco PSSI menyatakan force majure untuk semua kompetisi yang bernaung di bawah PSSI, setelah pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak mau mencabut surat pembekuan PSSI dan surat ke kepolisian terkait ijin pertandingan.
Kondisi tersebut membuat sejumlah kalangan angkat bicara, mulai dari pecinta sepakbola, suporter, maupun manajemen klub kontestan. Yang meyayangkan kebijakan dari induk sepakbola tanah air, sebab banyak pihak yang dirugikan akibat kebijakan tersebut.
"Pak Menpora dan Pak Ketum PSSI berdamailah. Tempatkan wibawa anda dengan tanpa mengorbankan klub sepakbola. Klub tidak hanya rugi finansial miliaran rupiah, tapi psikologis yang terus mendera," ungkap Nadi Mulyadi, Asisten Manajer Persepam-MU, Sabtu (2/5/2015) kemarin.
Ungkapan tersebut merupakan keluhan tanda kekecewaan tiada tara, sebab tim berjuluk Sape Ngamok jauh hari sudah menyiapkan tim menyongsong bergulirnya kompetisi yang seharusnya berlangsung pada Minggu (26/4/2015) lalu. Hal itu terpaksa gagal digelar karena tidak mendapat ijin dari Polres Mojokerto, saat akan bertanding melawan PS Mojokerto Putra, di Stadion Gajah Mada.
Selain itu, pihaknya juga mengaku amat sangat kecewa karena merasa dirugikan dengan kondisi sepakbola Indonesia. Pastinya pun begitu dengan pecinta sepakbola lain di seantero Nusantara.
"PSSI bersikukuh dan hanya patuh pada FIFA, sehingga tidak boleh sedikitpun pihak luar ikut campur. Sementara Kemenpora tetap beranggapan PSSI sebagai salah satu lembaga negara, bahkan seluruh fasilitas juga menggunakan milik negara, termasuk biaya timnas Indonesia yang juga dibebankan pada negara," sesalnya.
Demikian juga dengan suara suporter Madura, yang mendeklarasikan diri agar pertandingan sepakbola digelar tanpa harus melihat siapa yang akan menjadi sebagai operator pertandingan. Bahkan perwakilan suporter dari K_Conk Mania, Laskar Trunojoyo, Tretan Dhibi' dan Pecot Mania, menyuarakan itu di Monumen Arek Lancor, beberapa waktu lalu.
"Kami hanya menginginkan kompetisi ini berlangsung, dan kami tidak mau tahu siapa yang akan menjadi operator. Baik itu PT Liga, PSSI maupun pemerintah. Yang penting kami bisa menikmati pertandingan, lebih-lebih tim kami sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari," kata perwakilan suporter.
Bersatunya suporter Madura, mendukung kebijakan Menpora membekukan PSSI. Juga menghilangkan image suporter Madura, yang disinyalir akan terpecah akibat perbedaan dukungan terhadap dua tim asal Pulau Garam, yang akan berkompetisi di Divisi Utama. Yakni Persepam-MU dan MU-Perssu.
Bahkan dukungan tersebut terkesan menghilangkan 'laga derby' kedua kesebelasan saat berlaga di Stadion A Yani Suemenep, demi kebaikan sepakbola tanah air. "Masak rangking timnas (Indonesia) kalah dengan Timur Leste, yang merupakan negara baru dan seumur jagung," sesalnya.
Sementara pecinta sepakbola asal Madura, Achsanul Qasasi menilai penghentian kompetisi sebagai skenario PSSI untuk mengambil pengaruh dan respon positif dari masyarakat Indonesia.
"Skenario PSSI: kompetisi dihentikan dengan harapan rakyat marah pada Menpora (Imam Nahrawi). Seolah PSSI bukan pihak yang bersalah. Kalau merasa benar teruskan saja," jelasnya.
0 komentar:
Posting Komentar