Sumenep ( Madura Portal ) - Helmi Abdul Azis, siswa kelas I SMA Negeri 2 Sumenep, mengadu ke Bupati setempat, Kamis (26/07/12), setelah diputus tidak naik kelas dengan tudingan telah melakukan penggelapan uang koperasi Rp 4,5 juta.
Anak kedua pasangan Suwarto dan Sri Wahyuni ini menghadap Bupati dengan mengendarai odong-odong yang biasa ditariknya usai pulang sekolah.
"Saya sengaja membawa odong-odong ini, sebagai bukti, saya ini orang tidak mampu. Saya menuntut keadilan. Saya menarik odong-odong pulang sekolah, untuk membantu orang tua. Ibu saya cuma penjual sayur. Bapak saya tidak kerja karena sakit ginjal," katanya.
Helmi menuturkan, dirinya dinyatakan tidak naik oleh sekolah, karena dianggap mempunya kelakuan dan moral yang tidak baik. Menurutnya, penilaian itu didasarkan pada tuduhan penggelapan uang koperasi yang sudah dilakukannya. "Padahal saya tidak merasa seperti yang dituduhkan itu. Saya tidak pernah menggelapkan uang koperasi," ujarnya.
Helmi menceritakan, tuduhan itu berawal ketika dirinya sebagai ketua kelas, dipercaya mengkoordinir angsuran uang buku teman-temannya. Saat angsuran pertama tidak ada masalah, hingga angsuran terakhir sebesar Rp 4,5 juta, dituduh tidak diserahkan ke Koperasi.
"Padahal uang itu sudah saya serahkan ke koperasi. Tapi pengurus koperasi mengaku tidak pernah menerima. Saya memang tidak punya bukti tanda terima kalau uang itu sudah diserahkan. Tapi ada saksinya, teman saya, waktu saya menyerahkan uang itu ke koperasi," ungkapnya.
Helmi mengaku menuntut keadilan atas perlakuan sekolah terhadapnya. Karena itu, ia mengadukan persoalan tersebut ke Bupati, berharap bisa membantu menyelesaikan persoalan itu. "Nilai saya dinyatakan cukup dan memenuhi syarat untuk naik kelas. Tapi saya tetap dinyatakan tidak bisa naik ke kelas dua karena tuduhan penggelapan uang. Padahal saya tidak melakukan itu. Apa karena saya orang tidak mampu, sehingga diperlakukan seenaknya?" gugatnya.
Anak kedua pasangan Suwarto dan Sri Wahyuni ini menghadap Bupati dengan mengendarai odong-odong yang biasa ditariknya usai pulang sekolah.
"Saya sengaja membawa odong-odong ini, sebagai bukti, saya ini orang tidak mampu. Saya menuntut keadilan. Saya menarik odong-odong pulang sekolah, untuk membantu orang tua. Ibu saya cuma penjual sayur. Bapak saya tidak kerja karena sakit ginjal," katanya.
Helmi menuturkan, dirinya dinyatakan tidak naik oleh sekolah, karena dianggap mempunya kelakuan dan moral yang tidak baik. Menurutnya, penilaian itu didasarkan pada tuduhan penggelapan uang koperasi yang sudah dilakukannya. "Padahal saya tidak merasa seperti yang dituduhkan itu. Saya tidak pernah menggelapkan uang koperasi," ujarnya.
Helmi menceritakan, tuduhan itu berawal ketika dirinya sebagai ketua kelas, dipercaya mengkoordinir angsuran uang buku teman-temannya. Saat angsuran pertama tidak ada masalah, hingga angsuran terakhir sebesar Rp 4,5 juta, dituduh tidak diserahkan ke Koperasi.
"Padahal uang itu sudah saya serahkan ke koperasi. Tapi pengurus koperasi mengaku tidak pernah menerima. Saya memang tidak punya bukti tanda terima kalau uang itu sudah diserahkan. Tapi ada saksinya, teman saya, waktu saya menyerahkan uang itu ke koperasi," ungkapnya.
Helmi mengaku menuntut keadilan atas perlakuan sekolah terhadapnya. Karena itu, ia mengadukan persoalan tersebut ke Bupati, berharap bisa membantu menyelesaikan persoalan itu. "Nilai saya dinyatakan cukup dan memenuhi syarat untuk naik kelas. Tapi saya tetap dinyatakan tidak bisa naik ke kelas dua karena tuduhan penggelapan uang. Padahal saya tidak melakukan itu. Apa karena saya orang tidak mampu, sehingga diperlakukan seenaknya?" gugatnya.
0 komentar:
Posting Komentar