Sumenep (Madura Portal)) - Selama dua tahun, kegiatan belajar mengajar (KBM) puluhan siswa SD Negeri Pagar Batu 3, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, berlangsung di bekas kandang ayam, setelah sekolah mereka disegel oleh pemilik lahan. Bekas kandang ayam yang digunakan sebagai ruang kelas itu berukuran 6x10 meter persegi, disekat dengan triplek untuk kelas 4, 5, dan 6. Sedangkan untuk kelas 1, 2, dan 3, berada di emperan rumah warga.
Kepala SDN Pagar Batu 3, Tolak Izza, Rabu (02/05/12) menjelaskan, pihaknya sebenarnya tidak tega melihat anak-anak didiknya sekolah di ruang kelas yang jauh dari sebutan layak. Ruang kelas tersebut dulunya merupakan kandang ayam, kemudian beralih fungsi sebagai gudang rumput laut, dan sekarang disulap menjadi ruang kelas bagi siswa kelas 4,5, dan 6.
"Kami tidak punya pilihan lain. Sejak sekolah kami disegel oleh ahli waris pemilik lahan, KBM kami sudah tiga kali pindah tempat. Mulai rumah warga, kemudian menumpang di Madrasah Diniyah, sampai akhirnya menempati bekas kandang ayam ini," katanya.
Namun ia mengaku bangga, meskipun menempati ruang apa adanya, tapi semangat belajar siswa dan semangat mengajar guru tidak pernah padam. "Kami tetap berupaya maksimal untuk melangsungkan KBM, meskipun di kelas yang tidak layak. Ternyata siswa maupun guru disini, Alhamdulillah, masih semangat semua," ujarnya bangga.
Tolak Izza menambahkan, untuk tenaga pengajar di sekolahnya bisa dikategorikan cukup, karena ada 7 guru PNS, 6 guru sukwan, dan 1 kepala sekolah. "Kalau guru jumlahnya sudah cukup. Cuma ruang kelas saja yang tidak memadai. Kasihan anak-anak harus belajar di tempat seperti ini," ungkapnya.
Tolak Izza menuturkan, dengan kondisi sekolah seperti itu, ia tidak bisa berbuat banyak ketika 23 siswanya memilih pindah ke sekolah lain. Saat ini siswa SDN Pagar Batu 3 tinggal 45 anak. Padahal sebelumnya mencapai 68 siswa. Untuk kelas 6 memiliki 10 siswa, kelas 5 sebanyak 8 siswa, kelas 4 sebanyak 12 siswa, kelas 3 sebanyak 7 siswa, kelas 2 sebanyak 6 siswa dan kelas 1 sebanyak 2 siswa.
"Kami tidak bisa berbuat apa-apa ketika siswa memilih pindah ke sekolah yang lebih bagus. Karena di sekolah kami ya masih begini ini keadannya. Makanya kami berharap sekolah kami secepatnya mempunyai kelas yang layak, sehingga KBM tidak terganggu," harapnya.
Penutupan sekolah tersebut berawal ketika terjadi sengketa lahan antara pemerintah dengan pemilik lahan. Lahan seluas 450 M2 yang ditempati gedung sekolah tersebut diklaim milik Saiful Bahri (29), warga Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi, Sumenep.
Selama 26 tahun, pemilik lahan mengaku tidak pernah diberi ganti rugi oleh Pemkab, sehingga pada Mei 2010, pemilik lahan memilih menyegel sekolah tersebut. Ibu pemilik lahan, Ternawiyah (46), hanya dijanjikan menjadi PNS dan sudah 9 tahun menjadi sukwan penjaga sekolah.
Pemilik lahan, Saiful Bahri mengaku selama tidak ada kejelasan soal ganti rugi dari pemerintah, pihaknya tidak akan membuka segel sekolah. [tem/kun]
Sumber : beritajatim.com
Kepala SDN Pagar Batu 3, Tolak Izza, Rabu (02/05/12) menjelaskan, pihaknya sebenarnya tidak tega melihat anak-anak didiknya sekolah di ruang kelas yang jauh dari sebutan layak. Ruang kelas tersebut dulunya merupakan kandang ayam, kemudian beralih fungsi sebagai gudang rumput laut, dan sekarang disulap menjadi ruang kelas bagi siswa kelas 4,5, dan 6.
"Kami tidak punya pilihan lain. Sejak sekolah kami disegel oleh ahli waris pemilik lahan, KBM kami sudah tiga kali pindah tempat. Mulai rumah warga, kemudian menumpang di Madrasah Diniyah, sampai akhirnya menempati bekas kandang ayam ini," katanya.
Namun ia mengaku bangga, meskipun menempati ruang apa adanya, tapi semangat belajar siswa dan semangat mengajar guru tidak pernah padam. "Kami tetap berupaya maksimal untuk melangsungkan KBM, meskipun di kelas yang tidak layak. Ternyata siswa maupun guru disini, Alhamdulillah, masih semangat semua," ujarnya bangga.
Tolak Izza menambahkan, untuk tenaga pengajar di sekolahnya bisa dikategorikan cukup, karena ada 7 guru PNS, 6 guru sukwan, dan 1 kepala sekolah. "Kalau guru jumlahnya sudah cukup. Cuma ruang kelas saja yang tidak memadai. Kasihan anak-anak harus belajar di tempat seperti ini," ungkapnya.
Tolak Izza menuturkan, dengan kondisi sekolah seperti itu, ia tidak bisa berbuat banyak ketika 23 siswanya memilih pindah ke sekolah lain. Saat ini siswa SDN Pagar Batu 3 tinggal 45 anak. Padahal sebelumnya mencapai 68 siswa. Untuk kelas 6 memiliki 10 siswa, kelas 5 sebanyak 8 siswa, kelas 4 sebanyak 12 siswa, kelas 3 sebanyak 7 siswa, kelas 2 sebanyak 6 siswa dan kelas 1 sebanyak 2 siswa.
"Kami tidak bisa berbuat apa-apa ketika siswa memilih pindah ke sekolah yang lebih bagus. Karena di sekolah kami ya masih begini ini keadannya. Makanya kami berharap sekolah kami secepatnya mempunyai kelas yang layak, sehingga KBM tidak terganggu," harapnya.
Penutupan sekolah tersebut berawal ketika terjadi sengketa lahan antara pemerintah dengan pemilik lahan. Lahan seluas 450 M2 yang ditempati gedung sekolah tersebut diklaim milik Saiful Bahri (29), warga Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi, Sumenep.
Selama 26 tahun, pemilik lahan mengaku tidak pernah diberi ganti rugi oleh Pemkab, sehingga pada Mei 2010, pemilik lahan memilih menyegel sekolah tersebut. Ibu pemilik lahan, Ternawiyah (46), hanya dijanjikan menjadi PNS dan sudah 9 tahun menjadi sukwan penjaga sekolah.
Pemilik lahan, Saiful Bahri mengaku selama tidak ada kejelasan soal ganti rugi dari pemerintah, pihaknya tidak akan membuka segel sekolah. [tem/kun]
Sumber : beritajatim.com
0 komentar:
Posting Komentar