Sumenep (Madura Portal) - Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda & Mahasiswa Raas (GPMR), Senin (21/05/12) berunjuk rasa ke Inspektorat Sumenep. Mereka memprotes dugaan pungli dalam Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP).
Korlap aksi, Suryadi menjelaskan, program Sismiop yang dilaksanakan di Kecamatan/Pulau Raas diwarnai pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan Kepala Desa melalui petugas lapangan. Padahal program Sismiop merupakan program Pemerintah yang tidak dipungut biaya alias gratis.
"Tapi kenyataan di bawah, hampir di semua desa di Raas, pelaksanaan Sismiop dipungut biaya. Warga ditarik Rp 50.000 - 200.000 per petak saat pengukuran. Bukan per orang. Jadi kalau tiap orang punya tiga petak, ya tinggal mengalikan," katanya.
Sismiop adalah suatu sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi data obyek dan subyek pajak dengan bantuan komputer, pajak pengumpulan data (dengan pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas Nomor Obyek Pajak (NOP), pemrosesan, pemeliharaan (updating), sampai dengan hasil keluaran berupa SPPT, STTS, dan DHKP dalam program SISMIOP, serta peningkatan pelayanan Wajib Pajak pada satu tempat.
Suryadi mengungkapkan, aparat desa diduga sengaja mengambil keuntungan dalam program Sismiop tersebut, karena sempat disosialisasikan pada masyarakat, program Sismiop bisa balik nama kepemilikan tanah dan pembuatan sertifikat. "Ini kan menyesatkan. Padahal Sismiop itu hanya pengukuran tanah untuk penertiban sistem perpajakan melalui pembenahan administratif," terangnya.
Lebih lanjut Suryadi memaparkan, beberapa Kepala Desa berdalih mengatakan bahwa pungutan yang mereka lakukan sesuai dengan prosedur, yakni disepakati melalui musyawarah desa dengan penerbitan Perdes (Peraturan Desa). "Tapi kan persoalannya itu bertentangan dengan UU Sismiop tahun 2007 tentang DIPA PBB-BPHTB. Pelaksanaan Sismiop itu gratis, tidak boleh ada biaya apapun. Itu namanya pungli," tandasnya.
Karena itu, Suryadi menuntut agar Inspektorat, Polres dan Kejaksaan Negeri membentuk tim investigasi terkait kasus dugaan pungli Sismiop tersebut. "Kami juga meminta agar para Kepala Desa di Raas dipanggil dan diproses hukum karena telah melanggar undang-undang," terangnya.
Sementara itu, Inspektur Pembantu Wilayah II (Irbanwil), R Ach. Suhadi mengatakan, pihaknya tidak punya kewenangan apabila laporan yang disampaikan para mahasiswa tersebut sudah menyangkut dugaan tindak pidana. "Ini yang disampaikan kan soal pungutan uang yang diduga menyimpang. Itu kan sudah menyangkut dugaan pidana. Jadi silahkan di proses ke penegak hukum. Kalau Inspektorat kewenangannya hanya sebatas administratif," paparnya.
Namun Suhadi tidak mengelak jika pihaknya pernah menerima laporan serupa sekitar bulan Maret, tetapi hanya di Desa Ketupat, kecamatan Raas. Karena itu, pada April 2012, pihaknya telah memanggil Kepala Desa Ketupat untuk dimintai klarifikasi. "Kami sudah sampaikan ke Kadesnya, sudah, jangan diteruskan kalau menyangkut masalah pungutan uang. Tapi yang masuk ke kami laporannya hanya untuk Desa Ketupat," tuturnya.
Selain ke Inspektorat, massa juga berunjuk rasa ke Polres Sumenep, menuntut agar polisi memproses hukum Kades-kades di Raas yang sudah menyalahi undang-undang, dengan melakukan pungli.
"Pungli SISMIOP itu sudah bisa dikategorikan tindak korupsi. Karena itu, Polisi harus mengusut tuntas, sesuai amanat UU RI no.20 tahun 2001 tentang perubahan UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Suryadi, korlap aksi.
Sementara Kabag Operasional Polres Sumenep, Komisaris Polisi Edy Purwanto yang menemui pengunjuk rasa, mengaku siap menindaklanjuti laporan tersebut. "Kami akan turunkan tim ke Raas, untuk menyelidiki informasi tersebut," ungkapnya.
Sumber : beritajatim.com
Korlap aksi, Suryadi menjelaskan, program Sismiop yang dilaksanakan di Kecamatan/Pulau Raas diwarnai pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan Kepala Desa melalui petugas lapangan. Padahal program Sismiop merupakan program Pemerintah yang tidak dipungut biaya alias gratis.
"Tapi kenyataan di bawah, hampir di semua desa di Raas, pelaksanaan Sismiop dipungut biaya. Warga ditarik Rp 50.000 - 200.000 per petak saat pengukuran. Bukan per orang. Jadi kalau tiap orang punya tiga petak, ya tinggal mengalikan," katanya.
Sismiop adalah suatu sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi data obyek dan subyek pajak dengan bantuan komputer, pajak pengumpulan data (dengan pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas Nomor Obyek Pajak (NOP), pemrosesan, pemeliharaan (updating), sampai dengan hasil keluaran berupa SPPT, STTS, dan DHKP dalam program SISMIOP, serta peningkatan pelayanan Wajib Pajak pada satu tempat.
Suryadi mengungkapkan, aparat desa diduga sengaja mengambil keuntungan dalam program Sismiop tersebut, karena sempat disosialisasikan pada masyarakat, program Sismiop bisa balik nama kepemilikan tanah dan pembuatan sertifikat. "Ini kan menyesatkan. Padahal Sismiop itu hanya pengukuran tanah untuk penertiban sistem perpajakan melalui pembenahan administratif," terangnya.
Lebih lanjut Suryadi memaparkan, beberapa Kepala Desa berdalih mengatakan bahwa pungutan yang mereka lakukan sesuai dengan prosedur, yakni disepakati melalui musyawarah desa dengan penerbitan Perdes (Peraturan Desa). "Tapi kan persoalannya itu bertentangan dengan UU Sismiop tahun 2007 tentang DIPA PBB-BPHTB. Pelaksanaan Sismiop itu gratis, tidak boleh ada biaya apapun. Itu namanya pungli," tandasnya.
Karena itu, Suryadi menuntut agar Inspektorat, Polres dan Kejaksaan Negeri membentuk tim investigasi terkait kasus dugaan pungli Sismiop tersebut. "Kami juga meminta agar para Kepala Desa di Raas dipanggil dan diproses hukum karena telah melanggar undang-undang," terangnya.
Sementara itu, Inspektur Pembantu Wilayah II (Irbanwil), R Ach. Suhadi mengatakan, pihaknya tidak punya kewenangan apabila laporan yang disampaikan para mahasiswa tersebut sudah menyangkut dugaan tindak pidana. "Ini yang disampaikan kan soal pungutan uang yang diduga menyimpang. Itu kan sudah menyangkut dugaan pidana. Jadi silahkan di proses ke penegak hukum. Kalau Inspektorat kewenangannya hanya sebatas administratif," paparnya.
Namun Suhadi tidak mengelak jika pihaknya pernah menerima laporan serupa sekitar bulan Maret, tetapi hanya di Desa Ketupat, kecamatan Raas. Karena itu, pada April 2012, pihaknya telah memanggil Kepala Desa Ketupat untuk dimintai klarifikasi. "Kami sudah sampaikan ke Kadesnya, sudah, jangan diteruskan kalau menyangkut masalah pungutan uang. Tapi yang masuk ke kami laporannya hanya untuk Desa Ketupat," tuturnya.
Selain ke Inspektorat, massa juga berunjuk rasa ke Polres Sumenep, menuntut agar polisi memproses hukum Kades-kades di Raas yang sudah menyalahi undang-undang, dengan melakukan pungli.
"Pungli SISMIOP itu sudah bisa dikategorikan tindak korupsi. Karena itu, Polisi harus mengusut tuntas, sesuai amanat UU RI no.20 tahun 2001 tentang perubahan UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Suryadi, korlap aksi.
Sementara Kabag Operasional Polres Sumenep, Komisaris Polisi Edy Purwanto yang menemui pengunjuk rasa, mengaku siap menindaklanjuti laporan tersebut. "Kami akan turunkan tim ke Raas, untuk menyelidiki informasi tersebut," ungkapnya.
Sumber : beritajatim.com
0 komentar:
Posting Komentar